Medan – NewsLentera.com – Menjelang rencana pengumuman kenaikan HET minyak goreng bersubsidi “Minyakita” dari sebelumnya di Harga Rp.14.000 menjadi Rp,15.700, terjadi lonjakan harga dan kelangkaan produk minyakita kemasan di sejumlah pasar tradisional dan toko kelontong di kota Medan. Naiknya Harga Minyakita ini tentunya akan berdampak langsung pada ekonomi dan kesejahteran masyarakat, mengingat bahan pangan seperti minyak goreng merupakan pengeluaran terbesar dalam rumah tangga.
Dari pantauan KPPU Kanwil I, Harga Minyakita di pasar ditemukan selalu di atas HET. Gulthom, salah satu pedagang di pusat pasar menjual Minyakita di harga Rp.16.000. Diakui oleh pedagang mereka mengambil dari supplier sudah di atas HET. Di salah satu distributor di Pasar Sukaramai diketahui harga minyakita dijual dalam bentuk kardus isi 12 dengan Harga Rp 174,000, atau RP.14.500 per botol. Harga minyak goreng bersubsidi ini bahkan sudah mendekati Harga sejumlah merek minyak goreng non subsidi di ritel modern. Merek tertentu di salah sat ritel modern menjual minyak goreng kemasan di harga Rp.33.900 per 2 liter.
Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Kanwil I KPPU, Ridho Pamungkas tidak menampik adanya dugaan para pelaku usaha atau distributor sengaja menahan pasokan menunggu pengumuman resmi terkait kenaikan HET dari pemerintah.
“Masa tenggang antara rencana kebijakan pemerintah untuk menaikkan Harga minyakita dengan respon pasar terhadap rencana tersebut dapat memicu pelaku usaha untuk mengurangi produksi atau peredaran barang yang tersedia di pasar, tujuannya untuk menciptakan kelangkaan sehingga terjadi kenaikan harga” ujar Ridho.
Menurut Ridho, berdasarkan Permendag 57/2017, pelaku usaha yang menetapkan harga di atas HET dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha oleh pejabat penerbit izin. Dari sisi perlindungan konsumen, menetapkan harga di aatas HET berpotensi melanggar hak konsumen. Sedangkan dari sisi persaingan, jika terbukti menahan pasokan, maka pelaku usaha juga dapat terindikasi melanggar hukum persaingan.
“Yang menjadi masalah, hukum pasarnya adalah pelaku usaha tidak mau rugi. Meskipun ada ancaman hukuman apabila menetapkan harga di atas HET, namun mereka akan memilih untuk tidak memproduksi atau menjual sama sekali jika biaya produksi sudah di atas HET, maka nantinya masyarakat akan semakin sulit mendapatkan minyakita di pasar” tambah Ridho.
Ridho mengatakan bahwa penetapan kebijakan HET disesuaikan dengan ketersediaan stok dan pengawasan tehadap proses distribusinya. Sementara, aturan terkait DMO dan pola distribusi produk Minyakita dengan aplikasi Simirah-nya sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah, sehingga mestinya pemerintah dapat menjaga agar harga pasar bisa disesuaikan dengan HET yang sudah ditetapkan. Jika tebukti ada perilaku pelaku usaha yang sengaja menahan pasokan, KPPU akan segera menindaklanjutinya.
Untuk memastikan hal sersebut, KPPU Kanwil I telah mengagendakan untuk memanggil produsen dan distributor Minyakita untuk mengetahui penyebab Harga Minyakita di pasaran saat ini jauh di atas Harga yang telah ditetapkan pemerintah.(*)